
Lumpuhnya Ekonomi Akibat Korupsi
Berbicara perihal korupsi seakan tidak ada habisnya. “Penyakit” nomer wahid yang menjadi musuh besar Indonesia ini masih sering kambuh sejalan bersama bertambahnya “lahan-lahan” pendanaan baru untuk kepentingan publik. Menteri didalam negeri lebih-lebih mengungkapkan bahwa berasal dari tahun ke tahun, korupsi yang terjadi di negara ini tidak turun, malah cenderung terus meningkat.
Ingatan kami pasti masih hangat perihal beberapa masalah korupsi yang merugikan negara besar-besaran didalam beberapa tahun terakhir. Mulai berasal dari masalah korupsi E-KTP, yang terbaru perihal masalah korupsi Jiwasraya dan Asabri. Prediksi kerugian negara pun ditaksir triliunan, lebih-lebih kerugian itu menyentuh dua digit triliun. Definisi korupsi secara baku dan sempurna sebenarnya belum ada. Selama ini, yang kami tahu, korupsi hanya masalah penyalahgunaan duit negara untuk kepentingan pribadi dan berhasil diungkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hanya itu. Sementara, masalah penyalahgunaan dan berdampak pada kerugian negara yang belum terungkap KPK “belum” dikatakan korupsi. Padahal secara prinsip, ya korupsi juga. Hingga kini, kami patut mengapresiasi pemerintah didalam rangka pembinaan birokasi untuk pencegahan korupsi. Sebab, persepsi penduduk perihal korupsi tambah membaik.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) Indonesia tahun 2018 mengalami penurunan menjadi 3,66. Indeks berikut membuktikan penurunan berasal dari tahun pada mulanya sebesar 0,05 poin. Perlu diingat bahwa nilai IPAK berkisar pada 0-5, nilai IPAK sebesar 3,66 mendefinisikan bahwa penduduk Indonesia tambah berperilaku anti korupsi.
Kendati lebih rendah dibandingkan tahun 2017 (3,71). Artinya, penduduk cenderung berperilaku permisif (tingkat teloran) pada korupsi tambah besar. Capaian ini terhitung belum raih obyek RPJMN 2019 (IPAK sebesar 4).
Lemahnya perkembangan ekonomi
Ketika ekonomi tumbuh, maka di sana kami memandang adanya peningkatan agregasi nilai malah (value added) seluruh aktivitas ekonomi. Barang atau jasa yang mulanya belum mempunyai nilai jual, sebab diberi perlakuan (treatment) menjadikan barang atau jasa itu bisa diperjualbelikan. Bila kami mendengar: ekonomi kami tumbuh. Lantas, pertanyaan yang kemudian mencuat adalah mengapa perkembangan ekonomi melemah? Ini bisa dibenarkan sebab menurut knowledge BPS, perkembangan ekonomi nasional masih melemah. Ekonomi sebenarnya tumbuh, namun lamban. Hingga 2020 pun, perkembangan ekonomi Indonesia masih terjerembab di angka 5 persen.
Bisa jadi, lemahnya perkembangan ekonomi beberapa kala ini merupakan pengaruh berasal dari merebahnya masalah korupsi di Indonesia. Gunawan (2013) didalam tulisannya Dampak Korupsi bagi Perekonomian Indonesia menjelaskan bahwa korupsi berdampak pada defisit fiskal dan punya andil besar kurangi nilai investasi. Lambannya perkembangan ekonomi menciptakan celah pada perkembangan yang diinginkan (potensial growth) dan sebetulnya (actual growth). Disparitas ini mendorong pemerintah untuk senantiasa mengutang sebagai bekal membangun. Belum ulang maraknya pemburu “rente ekonomi” ilegal berakibat pada inefisiensi dan inefektivitas investasi dan penyelenggaraan birokrasi.
Selama ini, masalah korupsi seringkali terjadi pada wilayah pengadaan barang dan jasa pemerintah, terhitung di dalamnya soal investasi publik. Adanya pertalian pada pelaku usaha bersama penyedia layanan publik sedikit banyak dimanfaatkan oleh oknum-oknum birokrat yang melacak tambahan isi dompet mereka. Sebetulnya ekonomi tumbuh, cuma saja modal untuk menambah nilai malah itu dikorupsi agar aktivitas ekonomi lebih-lebih birokrasi tidak terjadi sebagaimana semestinya. Tak ayal bila nilai Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2019 telah menyentuh 40 poin, namun slot deposit 10 ribu laju perkembangan ekonomi tahun ini diperkirakan tak jauh berasal dari 5 persen.
Apa Solusinya?
Tindak korupsi adalah soal prilaku seseorang, entah masyarakat, pengusaha, atau entah birokrat. Tapi yang jelas, tindakan koruptif sudah pasti merugikan negara. Kita lebih-lebih bisa memperkirakan bahwa korupsi memberi andil besar aktivitas ekonomi bawah tanah (underground economy). Korupsi didalam kurangi mutu perkembangan ekonomi mengorbankan nilai malah ekonomi demi kepentingan dan keuntungan pribadi atau golongan. Meski demikian, setidaknya kami bisa merencanakan beberapa alternatif sebagai wujud pencegahan hilangnya ekspektasi perekonomian.
Pertama, melaksanakan pembinaan prilaku anti korupsi kepada seluruh elemen lembaga dan kementerian. Reformasi birokrasi telah waktunya dilaksanakan oleh lembaga dan kementerian agar faktor mental birokrat terhindar berasal dari prilaku koruptif. Kedua, proses anggaran bersama manfaatkan e-budgetting sepertinya perlu diimplementasikan di seluruh daerah. Sistem berikut dinilai bisa menimbulkan pengaruh positif transparansi pemerintahan. Selain bisa menambah keyakinan (trust) publik kepada pemerintah, e-budgetting terhitung andal digunakan mengelola anggaran yang lebih baik.
Ketiga, memutus rantai layanan publik. Rantai layanan publik yang sangat panjang sepanjang ini menimbulkan munculnya aksi pungut liar, misalkan bersama integrasi layanan publik. Dengan melaksanakan pemutusan kronologis layanan publik, tidak cuman bisa memudahkan, korupsi pungutan liar diinginkan bisa diminimalisir. Keempat, menciptakan iklim investasi yang aman bagi investor. Sebab, bila iklim investasi tidak nyaman, sedikit banyak bakal pengaruhi keyakinan investor untuk menanamkan modalnya. Belum lagi, sulitnya prosedur berinvestasi menimbulkan kerugian investasi, sebab mereka perlu menggelontorkan sejumlah uang.
Kalau bisa dilenyapkan. Sebab, menurut Dewi (2002), bila saja Indonesia bisa menghimpit tingkat korupsi sampai serendah tingkat korupsi di Jepang, Indonesia bakal bisa menembus perkembangan ekonomi sampai 6,37 persen. Lebih lanjut, bila Indonesia bisa menghimpit tingkat korupsi sampai serendah Malaysia, ekonomi Indonesia bisa diperkirakan tumbuh sampai menyentuh 10,68 persen.
Ini baru empat saja, sebenarnya masih banyak ulang solusi yang bisa meredam tindak korupsi di negara ini. Inefisiensi dan efektivitas perekonomian sejatinya bakal tercipta, asalkan korupsi bisa dikurangi. Menurunnya tingkat korupsi di Indonesia sudah pasti merupakan harapan kami bersama. Apalagi, Indonesia ini masih merupakan negara berkembang. Sedikit saja perekonomian terguncang, pengaruh dominonya terasa begitu besar. Negara ini setidaknya perlu studi berasal dari sejarah kelam.